Friday 22 December 2017

PRAKTIKUM JAMUR


Sporangiospora

Sediaan dari biakan Mucor dan Rhizopus  dengan pulasan LPCB.

Sporangium tua berisi sporangiospora, sporangium muda berisi cairan atau granula halus, Rhizhoid ada atau tidak ada.






Penicillium


Klamidospora



Sediaan Kerokan kulit dengan KOH 10% (Kulit sehat)



Koloni Filamen


Blastospora

Klamidospora


Candida albican


 Dermatofita


 Aspergillus


Piedra Hitam


Tuesday 12 December 2017

BALANTIDIASIS


Balantidium coli

Balantidium coli adalah parasite zoonosis yang menyebabkan balantidiosis atau ciliate dysentri yang menyebabkan infeksi usus dan disentri pada manusia. Parasit ini hidup di dalam usus manusia, babi, anjing dan primata. Infeksi ciliate ini dilaporkan dari berbagai negara, terutama yang penduduknya banyak memelihara babi.

Morfologi parasit

Balantidium coli mempunyai 2 bentuk stadium, yaitu stadium trofozoit dan stadium kista. Stadium trofozoitnya berukuran panjang 60-70 mikron dan lebar 40-50 mikron, mempunyai cekungan di bagian anterior tubuhnya yag disebut peristome dimana terdapat mulut (sitostom). Ciliate ini tidak mempunyai usus, tetapi mempunyai anus (cytopyge) yang terdapat di bagian posterior tubuh.




Balantidium coli mempunyai 2 buah inti, yaitu makronukleus yang berukuran besar dan berbentuk ginjal dan mikronukleus yang berbentuk seperti bintik kecil yang terdapat di bagian cekungan dari makronukleus. Trofozoit mempunyai dua buah vakuol kontraktil dari beberapa buah vakuol makanan yang berisi sisa-sisa makanan, leukosit dan eritosit.
Bentuk kista parasite yang bulat, berukuran garis tengah antara 50 sampai 60 mikron, mempunyai dua lapis dinding kista. Kista mempunyai sitoplasma yang berbentuk granuler, mengandung makronukleus, mikronukleus dan sebuah badan retraktil. Vakuol kontraktil kadang-kadang masih dapat ditemukan.

Daur hidup

Daur hidup  Balantidum coli stadium kista maupun stadium trofozoit dapat berlangsung pada satu jenis hospes. Sebagai sumber utama penularan balantidiosis bagi manusia adalah babi karena hewan ini merupakan hospes definitive alami dan juga bertindak selaku hospes reservoir bagi manusia yang sebenarnya hanyalah hospes incidental bagi parasit ini.





Manusia terinfeksi Balantidium coli akibat tertelan air atau makanan mentah yang tercemar tinja babi yang mengandung kista infektif parasite ini. Di dalam usus besar kista berubah menjadi bentuk trofozoit yang kemudian akan tumbuh dan berkembang memperbanyak diri dengan cara pembelahan sel (binary transverse fission) atau secara konjugasu di dalam lumen usus atau di dalam submukosa usus.
Reproduksi konjugasi terjadi dengan cara dua trofozoit membentuk kista bersama, lalu bertukar material inti, akhirnya berpisah kembali menjadi dua trofozoit baru. Jika lingkungan di dalam usus kurang sesuai bagi hidup parasite, maka trofozoit akan berubah menjadi bentuk kista.

Epidemiologi

B.coli terdistribusi di seluruh dunia, tetapi dilaporkan terbanyak di Amerika Latin, Asia Tenggara, Papua New Guinea, dan bagian dari asia timur. Walaupun B.coli banyak ditemukan pada mammalia, babi domestic dan babi hutan dianggap sebagai  reservoir  utama pada infeksi pada manusia dengan prevalensi 40-100%. Pada manusia prevalensinya biasanya kurang dari 1%. Parasit ini banyak ditemukan pada babi yang dipelihara (60-90%). Penularan antara babi mudah terjadi, sekali-sekali dapat menular pada manusia (zoonosis) penularan pada manusia terjadi dari tangan ke mulut atau melalui makanan yang terkontaminasi, misalnya pada orang yang memlihara babi dan yang membersihkan kandang babi. Bila tangan orang terkontaminasi dengan tinja babi yang mengandung kista dan kista tertelan, maka terjadilah infeksi.kista tidak mati dengan klorinasi air minum. Kebersihan perorangan dan sanitasi lingkngan dapat mempengaruhi penularan.

Gejala klinis
Penderita yang menderita mengalami infeksi akut akan menunjukkan gejala klinis dan keluhan berupa disentri berat yang berdarah dan berlendir disertai nyeri perut dan kolik yang intermitten, tenesmus, nausea, vomiting, anorexia, nyeri kepala. Insomnia, kelemahan otot, dan penurunan berat badan  juga dilaporkan. Penderita balantidiosis tidak mengalami demam.
Balantidiosis kronis umumnya bersifat asimptomatis, meskipun kadang-kadang dijumpai diare berulang yang diselingi terjadinya konstipasi.


Patologi

Penyakit yang ditimbulkan oleh parasit ini hampir sama dengan penyakit yang ditimbulkan oleh Entamoeba histolytica. Penderita yang imunokompeten biasanya tidak memberikan gejala (asimptomatik) namun pada penderita dengan imunokompromais dapat menjadi berat bahkan dapat menimbulkan kematian. B. coli  menghasilkan enzim hyaluronidase yang memudahkan parasite untuk menginvasi mukosa usus. Infeksi pada manusia terjadi karena tertelan kista infektif bersama makanan atau minuman yang tercemar tinja babi atau tinja penderita. Pada usus akan terjadi ulserasi, terutama di usus besar. Akibatnya akan terjadi perdarahan dan pembentukan lendir yang dapat dijumpai pada tinja penderita. Pada balantidiasis ini penderita tidak mengalami demam. Di selaput lendir usus besar, stadium vegetatif  membentuk abses kecil yang kemudian pecah, menjadi ulkus yang menggaung. Penyakit dapat berlangsung akut dengan ulkus yang merata pada selaput lendir usus besar. Pada kasus berat, ulkus dapat menjadi gangrene yang berakibat fatal. Biasanya disertai dengan sindrom disentri. Penyakit dapat menjadi menahun, dengan diare yang diselingi konstipasi, sakit perut, tidak nafsu makan, muntah dan kakeksia (cachexia).


Diagnosis Balantidiosis

Untuk menegakkan diagnosis pasti balantidiosis harus dilakukan pemeriksaan parasitologis atas tinja untuk menemukan kista dan atau trofozoit Balantidium coli.


Pengobatan

Obat pilihan untuk balantidiasis adalah tetrasiklin 4x500 mg/har selama 10 hari. Obat lain adalah metronidazole 3x750 mg/hari. Evaluasi hasil pengobatan dilakukan sampai 1 bulan setelah pengobatan.


Pencegahan

Balantidiosis coli dapat dicegah penularannya dengan selalu menjaga hygiene perorangan dan kebersihan lingkungan agar tidak tercemar dengan tinja babi. Memasak makanan dan minuman akan mencegah penularan parasite ini pada manusia. Selain itu peternakan babi harus ditempatkan jauh dari pemukiman penduduk dan tidak mencemari saluran air yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan penduduk.


Komplikasi

·   Penurunan berat badan dan dehidrasi sebagai akibat dari diare, dan muntahPerdarahan dapat mengakibatkan shock sebagai akibat dari adanya ulcer atau perforasi yang persisten. Komplikasi ini dapat berakibat fatal


Prognosis

Penderita dengan infeksi ringan dan menahun dapat sembuh dengan pengobatan. Pada penderita lemah, infeksi B.coli dapat menjadi fatal.


REFERENSI :
  • Soedarto. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Handbook of Medical Parasitology. Sagung seto: Jakarta: 2011
  • Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Edisi ke 4. FKUI; Jakarta: 2008
  • Soedarto. Protozoologi Kedokteran. Cetakan III. Widya Medika; Jakarta: 1995
  • Tille P M. Diagnostic Microbiology. 13th edition. Elsevier; ,Missouri: 2014
  •  Mandell G L. Bennet J E. Dolin R. Principles and Practice of Infectious Disease. 7th edition. Elsevier: Philadelphia: 2010

Friday 8 December 2017

WUCHERERIA BANCROFTI

Infeksi cacing dewasa Wuchereria bancrofti menyebabkan filariasis bancrofti,  sedangkan larva cacing (mikrofilaria) dapat menimbulkan occult filariasis. Wuchereria bancrofti  dewasa hidup dalam saluran limfe manusia. Filaria ini tersebar luas di daerah tropis dan subtropis di Asia, Afrika, Amerika dan Eropa, sedangkan di Indonesia ada 26 provinsi yang merupakan daerah endemis filariasis dnegan microfilaria rate (Mf rate) sebesar 3.1%. Dengan demikian sekitar 6 juta orang indonesia sudah terinfeksi filariasis.

Anatomi dan morfologi

Wuchereria bancrofti  dewasa berbentuk seperti rambut, berwarna putih susu. Panjang  tubuh cacing jantan sekitar 4 cm, mempunyai ekor yang melengkung dilengkapi dua spekulum yang tidak sama panjang. Panjang cacing betia sekitar 10 cm, mempunyai ekor yang runcing bentuknya.

Microfilaria. Stadium infektif cacing ini  mudah ditemukan di dalam darah tepi, dengan panjang sampai 300 mikron, dan lebar 8 mikron. Mikrofilaria mempunyai selubung (Sheath) hialin, dengan inti atau sel somatik berbentuk granul yang susunannya tidak mencapai ujung ekor.


                     Mikrofilaria Wuchereria bancrofti


Daur hidup

Cacing Wuchereria bancrofti tidak termasuk parasit zoonosis dan manusia merupakan satu-satunya hospes definitif cacing ini. Tidak ada hewan yang bertindak sebagai reservoir host cacing ini. Nyamuk genus Culex, Aedes dan Anopheles dapat bertindak sebagai vektor penularan filariasis bancrofti.

Daur hidup Wuchereria bancrofti umumnya bersifat periodik nokturna (nocturnal periodic), sehingga mikrofilaria hanya dijumpai di dalam darah tepi pada malam hari. Filaria yang hidup di daerah Pasifik mempunyai mikrofilaria lebih banyak dijumpai pada waktu siang hari, meskipun dalam jumlah lebih sedikit dapat juga ditemukan pada malam hari (diurnal subperiodic). Di Thailand mikrofilaria Wuchereria bancrofti bersifat subperiodik  nokturna, artinya lebih banyak dijumpai di dalam darah tepi pada waktu malam hari.

Sesudah mikrofilaria yang beredar di dalam darah penderita terhidap oleh nyamuk, di dalam tubuh nyamuk dalam waktu 10 sampai 20 hari larva berkembang menjadi stadium larva stadium tiga yang infektif (L3). Larva stadium 3 panjangnya sekitar 1500 sampai 2000 mikron dan lebar badan antara 19 sampai 23 mikron, dapat ditemukan di dalam selubung proboscis nyamuk yang menjadi vektor perantaranya. Apabila nyamuk ini menggigit manusia lain maka ia akan memindahkan larva L3 yang kemudian secara aktif akan masuk ke saluran limfe lipat paha, skrotum atau saluran limfe perut, dan hidup di tempat tersebut. Sebelum berkembang menjadi cacing dewasa di dalam tubuh manusia, mikrofilaria mengalami pergantian kulit dua kali. Pada umur 5 sampai 18 bulan cacing dewasa betina telah matang seksual dan sesudah mengadakan kopulasi dengan cacing jantan dapat mulai melahirkan mikrofilaria, yang segera memasuki sistem sirkulasi darah perifer.


Perubahan patologi dan gejala klinis

Wuchereria bancrofti dewasa maupun mikrofilaria dapat menimbulkan gangguan patologi. Akibat iritasi mekanis dan sekresi toksik yang dikeluarkan cacing betina maka akan menyebabkan timbulnya limfatingitis pada pembuluh limfe. Selain itu cacing dewasa yang mati dapat menimbulkan limfangitis dan kadang-kadang terjadi sumbatan atau obstruksi limfatik pada aliran limfe akibat terjadinya fibrosis saluran limfe dan proliferasi endotel saluran limfe. Obstruksi ini menyebabkan terjadinya varises saluran limfe dan elpehantiasis serta hidrokel.

Apabila saluran limfe kandung emih, varises saluran limfe atau ginjal pecah, cairan limfe daat asuk ke dalam aliran urin penderita melalui membran mukosa traktus urinarius. Hal ini menyebabkan urin menjadi berwarna putih susu dan mengandung lemak, albumin dan fibrinogen. Urin yang putih seperti susu ini disebut kiluria, yang kadang-kaang juga mengandung mikrofilaria.

Pada filariasis bancrofti elefantiasis yang kronis dapat mengenai kedua lengan, tungkai, payudara, buah zakar atau vulva, yang hanya dapat diperbaiki melalui tindakan operasi.


Diagnosis filariasis bancrofti

Filariasis bancrofti dimulai dengan terjadinya limfangitis akut dengan gejala-gejala berupa saluran limfe yang dapat diraba, terjadinya pembengkakan saluran limfe, yang selain berwarna merah juga disertai rasa nyeri. Sesudah itu penderita akan mengalami demam disertai menggigil. Selanjutnya penderita akan menunjukkan gejala-gejala dan keluhan limfadenitis, orkitis, funikulitis dan abses.


Elephantiasis bancrofti pada kaki kiri


Obstruksi saluran limfe dapat menimbulkan berbagai akibat klinis berupa varises imfe, hidrokel, kiluria, limfskrotum, dan elephantiasis.

Diagnosis pasti filariasis bancrofti dapat ditetapkan jika pada pemeriksaan darah (tetes tebal) ditemukan mikrofilaria Wuchereria bancrofti yang khas bentuknya di dalam darah tepi. Kadang-kadang mikrofilaria juga ditemukan di dalam kiluria, eksudat varises limfe dan cairan hidrokel. Pada awal dari timbulnya gejala klinis mirofilaria tidak dapat ditemukan. Juga mikrofilaria tidak dapat dijumpai sesudah terjadinya limfangitis akibat matinya cacing dewasa dan jika telah terjadi elefantiasus akibat obstruksi limfatik. Pada biopsi kelenjar limfe kadang-kadang dapat ditemukan cacing dewasa. Pada pemeriksaan darag penderita gambaran darah menunjukkan adanya eosinofilia antara 5 - 15%. Pemeriksaan imunologik misalnya Uji Fiksasi Komplemen. Uji Hemaglutinasi tak langsung, atau pemeriksaan imunofluoresensi tak langsung dapat dilakukan untuk membantu mengakkan diagnosis filariasis.


Pengobatan filariasis bancrofti

Pada saat ini yang paling banyak digunakan untuk mengobati filariasis bancrofti adalah Dietilcarbamasin sitrat (DEC) yang diberikan dengan dosis 3x2 mg/kg berat badan/hari, selama 4 minggu DEC ditujukan untuk memberantas mirofilaria, mengobati filariasis pada tahap akut, untuk mengobati kiluria, limfedema, dan diberikan pada tahap awal elefantiasis. DEC juga dapat diberikan dalam bentuk dosis tunggal 6 mg/kg berat badan/hari selama 12 hari.

Pada pengobatan masal (mass treatment) di daerah endemis diberikan DEC 6 mg/kg berat badan per hari  yang diberikan satu kali satu bulan, sebanyak 12 kali.

Jika terjadi alergi atau timbul panas dan rasa sakit, antihistamin, analgetik dan antipiretik dapat diberikan sesuai dengan keperluan. Jika hidrokel atau elphantiasis yang lanjut telah terjadi, komplikasi filariasis ini hanya dapat diatasi melalui pembedahan.


Pencegahan filariasis

Untuk mencegah penularan filariasis tindakan-tindakan yang harus dilakukan adalah melaksanakan pengobatan masal pada penduduk daerah endemis filariasis, pengobatan pencegahan terhadap pendatang yang berasal dari daerah non endemis filariasis, dan memberantas nyamuk yang menjadi vektor penularnya di daerah tersebut.

Selain itu, Lingkungan harus diupayakan agar bebas nyamuk vektor penularnya dan mencegah gigitan nyamuk menggunakan repellent atau kelambu pada waktu tidur.


Referensi : Soedarto. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Handbook of Medical Parasitology. Sagung Seto: Jakarta: 2011

Friday 19 May 2017

DIAGNOSIS ASMA PADA ANAK

Asma dapat berkembang dalam beberapa bulan pertama kehidupan, tetapi pada bayi seringkali asma sulit didiagnosis sehingga diagnosis pasti baru dapat dibuat saat anak mencapai usia yang lebih tua. perjalanan penyakit asma dapat menunjukkan berbagai macam manifestasi klinis yang tidak spesifik dan heterogen,baik di antara beberapa individu maupun pada individu yang sama.

Kesulitan menegakkan diagnosis pada asma adalah sebagai berikut walaupun terdapat riwayat dan gambaran klinis yang konsisten dan mengarah pada asma, gambaran klinis yang serupa juga dapat ditemukan pada penyakit lain. selain itu belum ada pemeriksaan yang spesifik untuk asma. oleh sebab itu sebelum menegakkan diagnosis pasti asma, penyakit lain harus disingkirkan terlebih dahulu. Pada anamnesis, harus dipastikan apakah batuk ataukah mengi yang merupakan gejala utama yang dikeluhkan pasien, sebab asma adalah penyakit yang terutama ditandai oleh mengi, sedangkan rinosinusitis (yang merupakan salah satu diagnosis banding asma) terutama ditandai oleh batuk.

DEFINISI ASMA
Dari waktu ke waktu, definisi asma mengalami beberapa kali perubahan akibat berkembangnya pengetahuan dan pemahaman mengenai patologi, patofisiologi, imunologi dan genetik asma. Akan tetapi, mekanisme yang mendasari penyakit ini masih belum diketahui secara keseluruhan, khususnya pada anak.

Pada tahun 1950, dalam simposium CIBA, asma didefenisikan sebagai penyakit yang ditandai oleh obstruksi saluran napas yang reversibel, yang dapat teratasi secara spontan atau dengan pengobatan.

Pada dekade berikutnya, asma dianggap sebagai penyakit episodik yang ditandai oleh adanya obstruski aliran udara akibat peningkatan respons trakea dan bronkus terhadap berbagai stimuli, dengan manifestasi berupa penyempitan saluran napas yang luas, yang kemudian berubah derajatnya, baik secara spontan maupun dengan pengobatan. Dengan definisi ini konsep pengobatan lebih ditujukan untuk mengatasi bronkospasme yang terjadi.

KLASIFIKASI ASMA
Dalam GINA 2006, asma diklasifikasikan berdasarkan etiologi, derajat penyakit asma, serta pola obstruksi aliran udara di saluran napas. Walaupun berbagai usaha telah dilakukan, klasifikasi berdasarkan etiologi sulit digunakan karena terdapat kesulitan dalam penentuan etiologi spesifik dari sekitar pasien.

Derajat penyakit asma, ditentukan berdasarkan gabungan penilaian gambaran klinis, jumlah penggunaan agonis B2 untuk mengatasi gejala dan pemeriksaan fungsi paru pada evaluasi awal pasien.

Pembagian derajat penyakit asma menurut GINA adalah sebagai berikut :
1. Intermitten
  • Gejala kurang dari 1 kali/minggu
  • Serangan singkat
  • Gejala nokturnal tidak lebih dari 2 kali/bulan (≤ 2 kali)
  • FEV-1 ≥ 80% predicted atau PEF ≥ 80% nilai terbaik individu
  • Variabilitas PEF atau FEV1 < 20%
2. Persisten ringan
  • Gejala lebih dari 1 kali/minggu tapi kurang dari 1 kali/hari
  • Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur
  • Gejala nokturnal > 2 kali/bulan
  • FEV1 ≥ 80% predicted  atau PEF ≥ 80% nilai terbaik individu
  • Variabilitas PEF atau PEV1 20-30%
3. Persisten sedang
  • Gejala terjadi setiap hari
  • Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur
  • Gejala nokturnal > 1 kali dalam seminggu
  • Menggunakan agonis Î²2 kerja pendek setiap hari
  • FEV-1 60-80% predicted atau PEF 60-8-% nilai terbaik individu
  • Variabiltas PEF atau FEV1 > 30%
4. Persisten Berat
  • Gejala terjadi setiap hari
  • Serangan sering terjadi
  • Gejala Asma noktunal sering terjadi
  • FEV-1 ≤ 60% predicted atau PEF ≤ 60% nilai terbaik individu
  • Variabilitas PEF atau FEV1 >  30%
Pembagian lain derajat penyakit asma dibuat oleh Phelan dkk (dikutip dari Konsensus Pediatri Internasional III tahun 1998). Klasifikasi ini membagi derajat asma menjadi 3 , yaitu :

1. Asma episodik jarang
Merupakan 75% populasi asma pada anak. ditandai oleh adanya episode <1 kali tiap 4-6 minggu, mengi setelah aktivitas berat, tidak terdapat gejala di antara episode serangan dan fungsi paru normal di antara serangan. Terapi profilaksis tidak dibutuhkan pada kelompok ini.

2. Asma episode sering
Merupakan 20% populasi asma. Ditandai oleh frekuensi serangan yang lebih sering dari timbulnya mengi pada aktivitas sedang, tetapi dapat dicegah dengan pemberian agonis Î²2.  Gejala terjadi kurang dari 1x / minggu dan fungsi paru di antara serangan normal atau hampir normal. Terapi profilaksis biasanya dibutuhkan.

3. Asma persisten
Terjadi pada sekitar 5% anak asma. Ditandai oleh seringnya episode akut, mengi pada aktivitas ringan dan di antara gejala interval dibutuhkan agonis Î²2 lebih dari 3 kali/ minggu, karena anak terbangun di malam hari atau dada terasa berat di pagi hari. Terapi profilaksis sangat dibutuhkan.

Parameter klinis, kebutuhan obat dan faal paru
Asma episodic jarang (asma ringan)
Asma episodic jarang (Asma sedang)
Asma persisten (Asma berat)
Frekuensi sedang
< 1x/ bulan
>1x/bulan
Sering
Lama serangan
<1 minggu/ bulan
≥ 1 minggu
Hampir sepanjang tahun, tidak ada remisi
Di antara serangan
Tanpa gejala
Sering ada gejala
Gejala siang dan malam
Tidur dan aktivitas

Sering terganggu
Sangat terganggu
Pemeriksaan fisik di luar serangan
Normal (tidak ada kelainan)
Mungkin terganggu (ada kelainan)
Tidak pernah normal
Obat pengendali (Anti inflamasi)
Tidak perlu
Nonsteroid/steroid berupa dosis rendah
Steroid hirupan/oral
Uji faal paru (di luar serangan)
PEF/FEV1 > 80%
PEV1/FEV1 60-80%
PEF/FEV1 <60% variabilitas 20-30%
Variabilitas faal paru
Variabilitas >15%
Variabilitas >30%
Variabilitas >50%


MANIFESTASI KLINIS

Anamensis
Anamnesis harus dilakukan dengan cermat agar didapatkan riwayat penyakit yang akurat mengenai gejala sulit bernapas, mengi atau dada terasa berat yang bersifat episodik dan berkaitan dengan musim, serta adanya riwayat asma atau penyakit atopi pada anggota keluarga. Walaupun informasi akurat mengenai hal-hal tersebut tidak mudah didapat. beberapa pertanyaan berikut ini sangat berguna dalam pertimbangan diagnosis asma (consider diagnosis of asthma).
  • Apakah anak mengalami serangan mengi atau serangan mengi berulang ?
  • Apakah anak sering terganggu oleh batuk pada malam hari ?
  • Apakah anak mengalami mengi atau batuk setelah berolahraga ?
  • Apakah anak mengalami gejala mengi, dada terasa sesak atau batuk setelah terpajan alergen atau polutan?
  • Apakah jika mengalami pilek, anak membutuhkan >10 hari untuk sembuh ?
  • Apakah gejala klinis membaik setelah pemberian pengobatan anti asma?
Setelah menetapkan apakah seorang anak benar-benar mengalami mengi atau batuk yang hebat, langkah berikutnya adalah mengidentifikasi pola dan derajat gejala. Pola gejala harus dibedakan apakah gejala tersebut timbul pada saat infeksi virus atau timbul tersendiri di antara batuk pilek biasa. Apabila mengi dan batuk hebat tersebut terjadi tidak bersamaan dengan infeksi virus, selanjutnya harus ditentukan frekuensi dan pencetus gejala. pencetus yang spesifik dapat berupa aktivitas, emosi (misalnya menangis atau tertawa), debu, pajanan terhadap bulu binatang, perubahan suhu lingkungan atau cuaca, aerosol/aroma yang tajam, asap rokok atau asap dari perapian. derajat berat ringannya gejala harus ditentukan untuk mengarahkan pengobatan yang akan diberikan.

Dalam GINA 2006 dinyatakan bahwa anak merupakan kelompok yang sulit untuk didiagnosis. Hal ini disebabkan karena mengi episodik dan batuk merupakan gejala yang sering ditemukan pada penyakit anak terutama pada usia <3 tahun. Semakin muda usia anak, semakin banyak diagnosis banding untuk menjelaskan mengi berulang/ rekuren. diagnosis banding untuk bayi adalah fibrosis kistik, kelainan jantung kongenital, malformasi kongenital yang menyebabkan penyempitan aliran udara intratoraks dan aspirasi benda asing. Apabila awitan timbul pada masa neonatus, disertai gagal tumbuh, muntah dan ditemukan tanda kelainan kardiopulmonal, maka diperlukan pemeriksaan lanjutan, seperti uji keringat (sweat test) untuk menyingkirkan fibrosis kistik, Pemeriksaan fungsi imun, pemeriksaan untuk menilai adanya refluks, serta foto thoraks.

Pada anak dengan gejala batuk rekuren dan mengi, ada beberapa hal yang harus ditanyakan untuk memperkirakan diagnosis banding, yaitu:

  • Apakah anak/orang tua benar-benar menjelaskan apa yang disebut mengi?
  • Apakah terdapat gejala saluran napas atas : mendengkur, rinitis, rinosinusitis?
  • Apakah gejala timbul sejak hari pertama kehidupan?
  • Apakah awitan gejala sangat tiba-tiba/mendadak?
  • Apakah terdapat batuk berdahak yang kronik atau disertai produk sputum?
  • Apakah mengi memburuk atau anak menjadi iritabel setelah makan dan bertambah buruk jika berbaring, muntah, atau tersedak ?
  • Apakah terdapat gejala atau gambaran klinis kelainan imunodefisiensi sistemik ?
  • Apakah gejala berlangsung kontinu dan tidak berkurang/membaik?
Meskipun tidak semua mengi adalah asma, tetapi asma merupakan salah satu penyebab mengi. Maka, mungkin lebih tepat jika semua mengi adalah asma sampai dibuktikan bukan asma.

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik pada umumnya tidak ditemukan kelainan saat pasien tidak mengalami serangan. Pada sebagian kecil pasien  yang derajat asmanya lebih berat, dapat dijumpai mengi di luar serangan.
Dengan adanya kesulitan ini, diagnosis asma pada bayi dan anak kecil (dibawah usia 5 tahun) hanya merupakan diagnosis klinis (penilaian hanya berdasarkan gejala dan pemeriksaan fisik dan respons terhadap pengobatan). Sebab, pada kelompok usia ini, tes fungsi paru atau pemeriksaan untuk mengetahui adanya hiperresponsivitas saluran napas tidak mungkin dilakukan dalam praktek sehari-hari. Tidak jarang, asma pada anak didagnosis sebagai varian bronkitis sehingga mendapatkan pengobatan yang tidak tepat dan tidak efektif, yaitu berupa pemberian antibiotika dan obat batuk.

Berdasarkan berbagai hal tersebut di atas, bayi dan anak dibawah 5 tahun dengan batuk rekuren dan/mengi dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu :
1. Normal
2. Salah satu varian spektrum asma
3. Penyakit atau keadaan serius yang membutuhkan diagnosis dan terapi yang spesifik

Pada PNAA 2004, dinyatakan bahwa mengi berulang dan/atau batuk kronik berulang merupakan titik awal menuju diagnosis. Kemungkinan asma perlu dipikirkan pada anak yang hanya menunjukkan batuk sebagai satu-satunya gejala dan pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan mengi, sesak dan lain-lain. Pada anak yang tampak sehat dengan batuk malam hari yang rekuren, asma harus dipertimbangkan sebagai probable diagnosis. Beberapa anak anak menunjukkan gejala setelah berolahraga. Dengan demikian, jika terdapat keraguan dalam mendiagnosis asma ringan pada seorang anak dapat dilakukan tes dengan berolahraga (berlari cepat selama 6 menit).

Eksaserbasi (Serangan) asma
Eksaserbasi (serangan) asma adalah episode perburukan gejala-gejala asma secara progresif. Gejala yang dimasksud adalah sesak napas, batu, mengi, dada rasa tertekan atau berbagai kombinasi gejala tersebut. Pada umumnya, eksaserbasi disertai distress pernapasan. Serangan asma ditandai oleh penurunan PEF atau FEV. Pengukuran ini merupakan indikator yang lebih dapat dipercaya daripada penilaian berdasarkan gejala.


Source : Buku Ajar Respirologi  Anak. Edisi I. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta; 2013

Wednesday 15 March 2017

ANATOMI HEPAR

Hepar merupakan organ viscera terbesar pada tubuh manusia dan terutama terletak di regio hypochondrium dextra dan epigastrium, meluas ke dalam regio hypochondrium sinistra ( atau di dalam kuadran kanan atas, terbentang hingga kuadran kiri atas.

Facies hepar meliputi :

  • Facies diaphragmatica ke arah anterior, superior dan posterior
  • Facies visceralis ke arah inferior
Facies diaphragmatica
Facies diaphragmatica hepar, yang halus dan berbentuk kubah, terletak berhadapan dengan facies inferior diaphragma. Facies ini berhubungan dengan recessus subphrenici dan hepatorenalis
  • Recessus subphrenici memisahkan facies diaphragmatica dan dibagi menjadi pars dextra dan sinistra oleh ligamentum falciforme, suatu struktur yang berasal dari mesenterium ventralis pada embryo
  • Recessus hepatorenalis adalah bagian cavitas peritonealis pada sisi kanan antara hepar dan ren dextra dan glandula suprarenalis/adrenalis dextra
Recessus subphrenici dan hepatorenalis bersambungan di bagian anterior.

Facies visceralis
Facies visceralis hepar tertutup peritoneum viscerale, kecuali pada fossa vesicae billiaris/felleae dan pada porta hepatis (pintu gerbang menuju hepar)

Struktur- struktur yang berhubungan dengan facies ini meliputi :
  • Esofagus
  • Pars anterior bagian kanan gaster
  • Pars superior duodeni
  • Omentum minus
  • Vesica fellea (bilirais)
  • Flexura coli dextra
  • Sisi kanan kolon transversum
  • Ren dexter, dan
  • Glandula suprarenalis dextra
Porta hepatis berperan sebagai titik masuk ke dalam hepar bagi arteraie hepatica dan vena portae hepatis, dan titik keluar bagi ductus hepaticus.


Ligamenta terkait
Hepar melekat pada dinding anterior abdomen oleh suatu ligamentum falciforme dan kecuali pada sebagian kecil hepar yang berhadapan langsung dengan diaphragma (area nude/bare area), hepar hampir seluruhnya dikelilingi oleh peritoneum viscerale. Lipatan-lipatan tambahan peritoneum menghubungkan hepar menuju gaster (ligamentum hepatogastricum), duodenum (ligamentum hepatoduodenale), dan diaphragma (ligamenta triangulare dextrum dan sinistrum dan ligamnetum coronarium anterior  dan posterior)

Area nuda hepar merupakan bagian hepar yang terletak pada facies diapghragmatica, yang tidak dilapisi oleh peritoneum di antara hepar dan diaphragma :
  • Batas anterior area nuda diindikasikan oleh suatu refleksi peritoneum-ligamentum coronarium anterior
  • Batas posterior area nuda diindikasikan oleh suatu refleksi peritoneum-ligamentum coronarium posterior
  • Tempat ligamentum coronarium menyatu di bagian lateral, membentuk suatu ligamentum triangulare dextrum dan ligamnetum triangulare sinistrum




Lobi hepatis
Hepar dibagi menjadi lobus dexter hepatis dan sinister oleh fossae vesicae billiaris dan vena cava inferior. Lobus dexter hepatis adalah yang lebih besar, sedangkan lobus sinister hepatis yang lebih kecil. Lobus caudatus dan Lobus quadratus terletak di lobus dexter hepatis, tetapi secara fungsi berbeda.

Lobus quadratus terlihat di pars anterior facies visceralis hepar dan dibatasi di sisi kiri oleh suatu fissura ligamenti teretis dan pada sisi kanan oleh suatu fossa vesicae biliaris. Fungsinya berhubungan dengan lobus sinister hepatis.

Lobus caudatus  terlihat pada pars posterior facies visceralis hepar. struktur ini dibatasi di sisi kiri oleh suatu fissura ligamenti venosi dan di sisi kanan oleh sulcus vena cavae (inferior). Fungsinya, berbeda dengan lobus dexter hepatis dan lobus sinister hepatis.




Suplai arterial berasal dari
  • Arteria hepatica dextra dari arteria hepatica propria (cabang dari arteria hepatica communis dari truncus coeliacus), dan
  • Arteria hepatica sinistra dari arteria hepatica propria (sebuah cabangd ari arteria hepatica communis dari truncus coeliacus)
Referensi : Drake R L, Vogl A W, Mitchell A W M. Dasar-Dasar Anatomi Gray. Singapore; Elsevier; 2012; Hal 165-166