Wednesday, 20 January 2021

KEJANG DEMAM

     DEFINISI 

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat, gangguan elektrolit atau metabolik lain. Kejang disertai demam pada bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam.

Kejang demam sederhana adalah kejang yang berlangsung kurang dari 15 menit, bersifat umum serta tidak berulang dalam 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam.

Kejang demam disebut kompleks jika kejang berlangsung lebih dari 15 menit, bersifat fokal atau parsial satu sisi kejang umum didahului kejang fokal dan berulang atau lebih dari satu kali dalam 24 jam.

Terdapat interaksi 3 faktor sebagai penyebab kejang demam, yaitu (I) imaturitas otak dan termoregulator, (2) demam, dimana kebutuhan oskdigen meningkat, dan (3) predisposisi genetic: > 7 lokus kromosom (poligenik, autosomal dominan).


EPIDEMIOLOGI

Kejang demam adalah gangguan neurologis yang paling umum pada kelompok usia anak, kejang demam mempengaruhi 2-5% anak-anak antara usia 6 bulan dan 5 tahun di Amerika serikat dan Eropa barat dengan insiden puncak antara 12 dan 18 bulan. Meskipun kejang demam terlihat pada semua kelompok etnis, kejang demam lebih sering terlihat pada populasi Asia (5-10% anak-anak India dan 6-9% anak-anak Jepang). Rasio laki-laki dan perempuan adalah sekitar 1.6 sampai 1.8. Kondisi  ini lebih sering terjadi pada anak-anak dan termasuk dalam status ekonomi yang lebih rendah, yang kemungkinan disebabkan karena akses ke perawatan medis yang tidak memadai.


FAKTOR RISIKO

Faktor risiko dari kejang demam yaitu:

·        Usia kurang dari 18 bulan

·        Durasi demam < 1 jam sebelum onset kejang

·        Temperature 40oC

·        Infeksi virus

·        Riwayat keluarga dengan kejang demam

·        Vaksinasi

·        Defisiensi iron dan zinc 


KLASIFIKASI

1.     Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)

Kejang demam yang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit, bentuk kejang umum (tonik dan atau klonik), serta tidak berulang dalam waktu 24 jam

Kejang demam sedderhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam

Sebagian besar kejang demam sederhana berlangsung kurang dari 5 menit dan berhenti sendiri

 

2.     Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)

Kejang demam dengan salah satu ciri berikut:

-       Kejang lama (>15 menit)

-       Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului kejang parsial

-       Berulang atau lebih dari 1 kali dalam waktu 24 jam

Keterangan:

-       Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kehang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sdar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam

-       Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi atau kejang umum yang didahului kejang parsial

-    Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, dan di antara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% anak yang mengalami kejang demam


No.

Klinis

Kejang demam sederhana

Kejang demam kompleks

1

Durasi

< 15 menit

≥ 15 menit

2

Tipe kejang

Umum

Umum/fokal

3

Berulang dalam satu episode

1 kali

>1 kali

4

Deficit neurologis

-

±

5

Riwayat keluarga kejang demam

±

±

6

Riwayat keluarga kejang tanpa demam

±

±

7

abnormalitas neurologis sebelumnya

±

±


MANIFESTASI KLINIS

Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Sering diperkirakan bahwa cepatnya peningkatan temperatur merupakan pencetus untuk terjadinya kejang. Umumnya serangan tonik-klonik, awalnya dapat berupa menangis, kemudian tidak sadar dan timbul kekakuan otot. Selama fase tonik, mungkin disertai henti nafas dan inkontinensia. Kemudian diikuti fase klonik berulang, ritmik dan akhirnya anak setelah kejang letargi atau tidur.

Bentuk kejang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan atau hanya sentakan atau kekakuan fokal. Serangan dalam bentuk absens atau mioklonik sangat jarang.

Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 5 menit dan kurang dari 8% berlangsung lebih dari 15 menit dan 4% kejang berlangsung lebih dari 30 menit. Jadi umumnya anak tidak kejang lagi pada waktu dibawa ke dokter. Bila anak kejang lagi perlu diidentifikasi apakah ada penyakit lain yang memerlukan pengobatan tersendiri. Perlu juga diketahui mengenai pengobatan sebelumnya, ada tidaknya trauma, perkembangan psikomotor dan riwayat keluarga dengan epilepsi atau kejang demam.

DIAGNOSIS

Anamnesis

-          Adanya kejang, jenis kejang, keadaran, lama kejang

-    Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan anak pasca kejang, penyabab demam di luar infeksi susunan saraf pusat (gejala infeksi saluran napas akut/ISPA, infeksi saluran kemih/ISK, otitis media akut/OMA, dll)

-       Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsy dalam keluarga

-  Singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnya diare/muntah yang mengakibatkan gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan hipoksemia, asupan kurang yng dapat menyebabkan hipoglikemia)

Pemeriksaan fisik

-          Kesadaran: apakah terdapat penurunan kesadaran

-          Suhu tubuh: apakah terdapat demam

-          Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, brudzinski I dan II, Kernique, Laseque

-          Pemeriksaan nervus kranial

-          Tanda peningkatan tekanan intracranial: ubun-ubun besar (UUB) menonjol, papil edema

-          tanda infeksi di luar SSP: ISP, OMA, ISK, dll

-          pemeriksaan neurologi: tonus, motorik, reflex fisiologis, reflex patologis


Pemeriksaan penunjang

-    Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab demam atau kejang. Pemeriksaan dapat meliputi darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit, urinalisis dan biakan darah, urin atau feses

-  Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan/menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil sulit untuk menegakkan atau  menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Jika yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. Pungsi lumbal dianjurkan pada :

o   Bayi usia kurang dari 12 bulan: sangat dianjurkan

o   Bayi suia 12-18 bulan: dianjurkanbayi usia > 18 bulan tidak rutin dilakun 

-    Pemeriksaan eletroensefalografi (EEG) tidak direkomendasikan. EEG masih dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas, misalnya: kejang demam kompleks pada anak berusia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal

-          Pencitraan (CT-Scan atau MRI kepala) dilakukan hanya jika ada indikasi, misalnya:

o   Kelainan neurologi fokal yang menetap (hemiparesis) atau kemungkinan adanya lesi structural di otak (mikrosefali, spastisitas)

o   Terdapat tanda peningkatan tekanan intracranial (kesadaran menurun, muntah berulang, UUB menonjol, paresis nervus VI, edema papil)


TATALAKSANA

Medikamentosa

Pengobatan medikamentosa saat kejang dapat dilihat pada algoritme tatalaksana kejang. Saat ini lebih diutamakan pengobatan profilaksis intermitten pada saat demam berupa:

-            Antipiretik

Parasetamol 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali atau ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali, 3-4 kali sehari

-            Anti kejang

Diazepam oral dengan dosis 0.3 mg/kgBB setiap 8 jam atau diazepam rektal dosis 0.5 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat suhu tubuh >38oC. Terdapat efek samping berupa ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus.

-            Pengobatan jangka panjang/rumatan

Pengobatan jangka panjang hanya diberikan jika kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu):

-          Kejang lama > 15 menit

-       Kelainan neurologi yang nyata sebelum/sesudah kejang : hemiparesis, paresis Todd, palsi serebral, retardasi mental, hidrosefalus

-          Kejang fokal

Pengobatan jangka panjang: fenobarbital (dosis 3-4 mg/kgBB/hari dibagi 1-2 dosis) atau asam valproate (dosis 15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis) pemberian obat ini efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang (level I). pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang. Kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.

Indikasi rawat

-            Kejang demam kompleks

-            Hiperpireksia

-            Usia di bawah 6 bulan

-            Kejang demam pertama kali

-            Terdapat kelainan neurologis

Kemungkinan berulangnya kejang demam

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah:

-            Riwayat kejang demam dalam keluarga

-            Usia kurang dari 12 bulan

-            Temperature yang rendah saat kejang

-            Cepatnya kejang setelah demam

Jika seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%. Sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut, kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling ebsar pada tahun pertama.

Faktor risiko terjadi epilepsi

-            Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama

-            Kejang demam kompleks

-            Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung

Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4-6%. Kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan kepilepsi menjadi 10%-49%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang.


PROGNOSIS

Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Kejadian kecatatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Pekembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Kelainan neurologis dapat terjadi pada kasus kejang lama atau kejang berulang, baik umum maupun fokal. Suatu studi melaporkan terdapat gangguan recognition memory pad anak yang mengalami kejang lama. Hal tersebut menegaskan pentingnya terminasi kejang demam yang berpotensi menjadi kejang lama.

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah:

-          Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga

-          Usia kurang dari 12 bulan

-          Suhu tubuh kurang dari 39o C saat kejang

-          Interval waktu yang singkat antara awitan demam denagn terjadinya kejang

-          Apabila kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks


EDUKASI PADA ORANG TUA

        Kejang merupakan peristiwa yang menakutkan bagi setiap orang tuaa. Pada saat kejang sebagian            besar orang tua beranggapan bahwa anaknya akan meninggal. Ekcemasan tersebut harus dikurangi         dengan cara diantaranya:

1.     Meyakinkan orang tua bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik\

2.     Memberitahukan cara penanganan kejang

3.     Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang berulang

4.    Pemberian obat profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang memang efektif, tetapi harus diingat adanya efek samping obat.

Saturday, 9 May 2020

GANGGUAN PANIK



1.      Epidemiologi
Diantara beberapa gangguan cemas yang dikenal, gangguan panik merupakan gangguan yang lebih sering dijumpai ahir-akhir ini. Dari penelitian diketahui bahwa di Negara-negara barat, gangguan panic dialami oleh lebih kurang 1.7% dari populasi orang dewasa. Di Indonesia belum dilakukan studi epidemiologi yang dapat menggambarkan berapa jumlah individu yang mengalami gangguan panik.

2.      Etiologi
Etiologi gangguan panik belum pasti dan terdiri dari faktor organobiologik, psikoedukatif (termasuk psikodinamik) serta sosiokultural
a.       Faktor biologik
Beberapa peneliti menemukan bahwa gangguan panik berhubungan dengan abnormalitas struktur dan fungsi otak. Dari penelitian diperoleh data bahwa pada otak pasien dengan gangguan panik beberapa neurotransmitter mengalami gangguan fungsi, yait serotonin GABA (Gama Amino Vutiric Acid) dan norepinefrin. Hal ini didukung oleh fakta bahwa, serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) efektif pada pasien-pasien dengan gangguan cemas, termasuk gangguan panik.
Berdasarkan hipotesis patofisiologi, terjadi disregulasi baik pada system perifer maupun system saraf pusat. Pada beberapa kasus ditemukan peningkatan tonus simpatetik dalam system otonomik. Penelitian pada status neuroendokrin juga menemukan beberapa abnormalitas namun hasilnua belum konsisten.
Serangan panik merupakan respons terhadap rasa takut yang terondisi yang ditampilkan oleh fear network¸ yang terlalu sensitive yaitu amigdala, korteks prefrontal dan hipokampus, yang berperan terhadap timbulnya panik. Dalam model ini, seseorang dengan gangguan panik menjadi takut akan terjadinya serangan panik.
Faktor biologik lain yang berhubungan dengan terjadinya serrangan panik adalah adanya at panikogen yang digunaan terbatas pada penelitin, serta perubahan pada tampilan pencitraan dengan MRI.


b.      Faktor genetik
Pada keturunan pertama apsien dengan gangguan panik denan agoafobia mempunyai resiko 4-8 kali mengalami serangan yang sama.

c.       Faktor psikososial
Analisis penelitian mendapatkan bahwa terdapat pola ansietas akan sosialisasi saat masa kanak-kanak, hubungan dengan orang tua yang tidak mendukung serta perasaan terperangkap atau terjebak. Pada kebanyakan pasien rasa marah dan agresivitas sulit dikendalikan. Pada pasien-pasien dengaan gangguan panik. Terdapat kesulitan dalam mengendalikan rasa marah dan fantasi-fantasi nirsadar yang terkait. Misalnya pasien mepunyai harapan dapay melakukan balas dendam terhadap orang tertentu. Harapan ini merupaan suatu ancaman terhadao figure yang melekat

Mnurut teori kelekatan (attachment) pasien-pasien dengan gangguan panik memiliki gaya kelakatan yang bermasalah, antara lain dalam bentuk preokupasi terhadap kelekatannya itu, mereka sering berpandangan bahwa perpisahan dan kelekatan sebagai sesuatu yang mutually exclusive, hal ini karena sensitivitas yang tinggi baik akan kehilangan kebebasan maupun kehilangan akan rasa aman dan perlindungan.
   

3.      Perjalanan penyakit
Gangguan ini biasa dimulai pada akhir masa remaja, awal dewasa atau pada usia pertengahan. Pada umumnya tidak ditemukan stesor saat awitan, walaupun sering pula dihubungkan dengan adanya stressor psikososial.
Gangguan panik biasanya berlangsung kronis, sangat bervariasi pada tiap pasien. Dalam jangka panjang 30-4-% pasien tidak lagi mengalami serangan panik, 50% mengalami gejala ringan sehingga tidak mempengaruhi kehidupannya. Sisanya masih mengalami gejala yang bermakna.
Pada saat serangan pertama atau kedua, pasien sering mengabaikannya dan baru menyadari setelah frekuensi dan intensitas bertambah. Hal ini juga dapat dipacu oleh konsumsi kafein dan nikotin yang berlebihan

4.      Tanda dan gejala
Gangguan panik terutama ditandai dengan serangan panik yang berulang. Serangan panik terjadi secara spontan dan tidak terduga, disertai gejala otonomik yang kuat, terutama sistem kardiovaskular dan sistem pernapasan. Serangan sering dimulai selama 10 menit, gejala meningkat secara cepat. Kondisi cemas pada gangguan panik biasanya terjadi secara tiba-tiba dapat meningkat hingga sangat tinggi disertai gejala-gejala yang mirip gangguan jantung, yaitu rasa nyeri di dada, berdebar-debar, keringat dingin, hingga merasa seperti tercekik.
Kondisi ini dapat berulang hingga membuat individu yang mengalaminya menjadi sangat khawatir bahwa ia akan mengalami lagi keadaan tersebut (disebut anticipatory anxiety). Hal itu membuatnya berulangkali berusaha mencari perolongan dengan pergi ke rumah sakit terdekat.
Gejala mental yang dirasakan adalah rasa takut yang hebat dan ancaman kematian atau bencana. Pasien bisa merasa bingung dan sulit berkonsentrasi. Tanda fisik yang menyertai adalah takikardia, pelpitasi, dispne dan berkeringay. Penderita akan segara berusaha keluar dari situasi tersebut dan mencari pertolongan. Serangan dapat berlangsung selama 20-30 menit, jaang sampai lebih dari 1 jam.
Pada pemeriksaan status mental saat serangan dijumpai ruminasi, kesulitan bicara seperti gagap dan gangguan memori. Depresi, derealisasi dan depersonalisasi bisa dialami saat serangan panik. Focus perhatian somatik pasien adalah perasaan takut mati karena masalah jantung atau pernapasan. Sering pasien merasa seperti akan menjadi gila.
Agorafobia yang dialami oleh pasien dengan gangguan panik menyebabkan penderita menolak untuk meninggalkan rumah ke tempat-temapat yang sulit mendapatan pertolongan. Gejala peneyerta lainnya adalah depresi, obsesif kompulsif dan pemeriksa harus waspada terhadap tendensi bunuh diri.
Problem dalam rumah tangga, kehilangan pekerjaan, kesulitann finansial bisa merupakan konsekuensi dari gangguan panik, demikian juga alkohol dan zat lainnya.

5.      Diagnostik dan kriteria diagnostik (PPDGJ III)
Terjadinya beberapa serangan berat ansietas otonomik, yang terjadi dalam periode kira-kira satu bulan:
a.       Pada keadaan-keadaan yang sebenarnya secara objektif tidak berbahaya
b.      Tidak terbatas hanya pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga sebelumnya
c.       Adanya keadaan relatif bebas gejala ansietas dalam periode antara serangan-serangan panik (meskipun lazim terjadi juga ansietas antisipatorik)

6.      Diagnosis banding
Serangan panik yang terjadi sebagai bagian dari gangguan fobik, serangan panik sekunder dari gangguan depresi, terutama pada laki-laki. Bila pada saat yang sama kriteria depresi dipenuhi, maka gangguan panik bukan merupakan diagnosis utama.

7.      Penatalaksanaan
Tatalaksana gangguan panik terdiri atas pemberian farakoterapi dan psikoterapi. Dari penelitian didapatkan bahwa bila hanya farmakoterapi saja atau psikoterapi saa, maka angka kekambuhan lebih tinggi dibandingkan dengan bila mendapay gabungan antara farmakoterapi dan psikoterapi
a.       Farmakoterapi
Teridiri atas:
1.      SSRI- serotonin selective reuptke inhibition
Ada beebrapa macam, dapat dipilih dalah satu, yaitu sertraline, fluoksetin, fluvoksamin, escitalopram, dll. Obat diberikan selama 3-6 bhlan atau lebih, tergantung kondisi individu, agar kadarnya stabil dalam darah sehingga dapat mencegah kekambuhan.

2.      Alprazolam
Awitan kerjanya cepat, dikonsumsi biasanya antara 4-6 minggu, setelah itu secara perlahan-lahan diturunkan dosisnya sampai akhirnya dihentikan. Jadi setelah itu dan seterusnya indivdu hanya minum golongan SSRI

b.      Psikoterapi
1.      Terapi relaksasi
Diberikan pada hamper semua individu yang mengalami gangguan panik, kecuali yang bersangkutan menolaj. Terpi ini bermanfaat meredaan secara relative cepat serangan panik dan menenangkan individu, namun itu dapat dicapai bagi yang telah berlatih setiap hari. Prinsipnya adalah melatih pernapasan (menari napads dalam dan lambat lalu mengeluarkannya dengan lambat pula), mengendurkan seluruh otot tubuh dan melakukan sugesti pikiran kea rah konstruktif atau yang diinginkan akan dicapai. Dalam proses terapi dokter akan membimbing individu melakukan ini secara perlahan-lahan, biasanya berlangsung selama 20-30 menit atau lebih lama lagi. Setelah itu individu diminya untuk melakukannya sendiri di rumah setiap hari, sehingga bila serangan panik muncul kembali, tubuh sudah siap untuk relaksasi.

2.      Terapi kognitif perilaku
Individu diajak untuk bersama-sama melakukan restrukturisasi kognitif, yaitu membentuk kembali pola perilaku dan pikiran yang irasional dan menggantinya dengan yang lebih rasional. Terapi biasanya berlangsung 30-45 menit. Individu kemudian diberi pekerjaan rumah yang harus dibuat setiap hari, seperti membuat daftar pengalaman harian dalam menyikapi berbagai peristiwa yang dialami, misalnya yang mengecewakan, menyedihkan, dll. Pemeriksaan rumah ini akan dibahas pada kunjungan konsultasi berikutnya, biasanya terapi ini memerlukan 10-15 kali pertemuan, bisa kurang namun dapat pula lebih, tergantung pada kondisi individu yang mengalaminya.

3.      Psikoterapi dinamik
Individu diajak untuk lebih memahami diri dan kepribadiannya, nukan sekear menghilangkan gejalanya semata. Pada psikoterapi ini biasanya individu lebih banyak berbicara, sedangkan dokter lebih banyak emndengar, kecuali pada individu yang benar-benar pendiam, maka dokter yang lebih aktif

8.      Prognosis
Walaupun gangguan pabik merupakan penyaki kronis, namun penderita dengan fungsi premorbid yang baik serta durasi serangan yang singkay bertendensi untuk prognosis yang lebih baik.

9.      Prevensi dan rehabilitasi
Pencegahan primer (yaitu bagi yang belum pernah mengalami gangguan panic), maka harus waspada bila dalam keluarganya ada yag mengalami. Juga, menurut penelitian, bila seseorang pernah mengalami cemas perpisahan (separation anxiety) ketika pertama kali masuk ke sekolah maka bisa jadi ketika dewasa mungkin akan mengalami gangguan panik.
Pencegahan sekunder (bila individu pernah mengalami serangan panic satu kali) dan telah berobat ke dokter, maka pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak terjadi kekambuhan aadlah dengan melakukan latihan relaksasi secara teratur dan terus menerus, datang konsultasi sampai dinyatakan sebuh oleh dokter.