1.
Epidemiologi
Diantara beberapa gangguan cemas yang
dikenal, gangguan panik merupakan gangguan yang lebih sering dijumpai
ahir-akhir ini. Dari penelitian diketahui bahwa di Negara-negara barat,
gangguan panic dialami oleh lebih kurang 1.7% dari populasi orang dewasa. Di
Indonesia belum dilakukan studi epidemiologi yang dapat menggambarkan berapa
jumlah individu yang mengalami gangguan panik.
2.
Etiologi
Etiologi gangguan panik belum pasti dan
terdiri dari faktor organobiologik, psikoedukatif (termasuk psikodinamik) serta
sosiokultural
a. Faktor
biologik
Beberapa peneliti
menemukan bahwa gangguan panik berhubungan dengan abnormalitas struktur dan fungsi
otak. Dari penelitian diperoleh data bahwa pada otak pasien dengan gangguan
panik beberapa neurotransmitter mengalami gangguan fungsi, yait serotonin GABA (Gama Amino Vutiric Acid) dan norepinefrin. Hal ini didukung oleh
fakta bahwa, serotonin reuptake
inhibitors (SSRIs) efektif pada
pasien-pasien dengan gangguan cemas, termasuk gangguan panik.
Berdasarkan hipotesis
patofisiologi, terjadi disregulasi baik pada system perifer maupun system saraf
pusat. Pada beberapa kasus ditemukan peningkatan tonus simpatetik dalam system
otonomik. Penelitian pada status neuroendokrin juga menemukan beberapa
abnormalitas namun hasilnua belum konsisten.
Serangan panik
merupakan respons terhadap rasa takut yang terondisi yang ditampilkan oleh fear network¸ yang terlalu sensitive
yaitu amigdala, korteks prefrontal dan hipokampus, yang berperan terhadap
timbulnya panik. Dalam model ini, seseorang dengan gangguan panik menjadi takut
akan terjadinya serangan panik.
Faktor biologik lain
yang berhubungan dengan terjadinya serrangan panik adalah adanya at panikogen
yang digunaan terbatas pada penelitin, serta perubahan pada tampilan pencitraan
dengan MRI.
b. Faktor
genetik
Pada keturunan pertama apsien dengan
gangguan panik denan agoafobia mempunyai resiko 4-8 kali mengalami serangan
yang sama.
c. Faktor
psikososial
Analisis penelitian mendapatkan bahwa
terdapat pola ansietas akan sosialisasi saat masa kanak-kanak, hubungan dengan
orang tua yang tidak mendukung serta perasaan terperangkap atau terjebak. Pada
kebanyakan pasien rasa marah dan agresivitas sulit dikendalikan. Pada
pasien-pasien dengaan gangguan panik. Terdapat kesulitan dalam mengendalikan
rasa marah dan fantasi-fantasi nirsadar yang terkait. Misalnya pasien mepunyai
harapan dapay melakukan balas dendam terhadap orang tertentu. Harapan ini
merupaan suatu ancaman terhadao figure yang melekat
Mnurut teori kelekatan (attachment) pasien-pasien dengan
gangguan panik memiliki gaya kelakatan yang bermasalah, antara lain dalam
bentuk preokupasi terhadap kelekatannya itu, mereka sering berpandangan bahwa
perpisahan dan kelekatan sebagai sesuatu yang mutually exclusive, hal ini karena sensitivitas yang tinggi baik
akan kehilangan kebebasan maupun kehilangan akan rasa aman dan perlindungan.
3.
Perjalanan
penyakit
Gangguan ini biasa
dimulai pada akhir masa remaja, awal dewasa atau pada usia pertengahan. Pada
umumnya tidak ditemukan stesor saat awitan, walaupun sering pula dihubungkan
dengan adanya stressor psikososial.
Gangguan panik biasanya
berlangsung kronis, sangat bervariasi pada tiap pasien. Dalam jangka panjang
30-4-% pasien tidak lagi mengalami serangan panik, 50% mengalami gejala ringan
sehingga tidak mempengaruhi kehidupannya. Sisanya masih mengalami gejala yang
bermakna.
Pada saat serangan
pertama atau kedua, pasien sering mengabaikannya dan baru menyadari setelah
frekuensi dan intensitas bertambah. Hal ini juga dapat dipacu oleh konsumsi
kafein dan nikotin yang berlebihan
4.
Tanda
dan gejala
Gangguan panik terutama
ditandai dengan serangan panik yang berulang. Serangan panik terjadi secara
spontan dan tidak terduga, disertai gejala otonomik yang kuat, terutama sistem
kardiovaskular dan sistem pernapasan. Serangan sering dimulai selama 10 menit,
gejala meningkat secara cepat. Kondisi cemas pada gangguan panik biasanya
terjadi secara tiba-tiba dapat meningkat hingga sangat tinggi disertai
gejala-gejala yang mirip gangguan jantung, yaitu rasa nyeri di dada, berdebar-debar,
keringat dingin, hingga merasa seperti tercekik.
Kondisi ini dapat
berulang hingga membuat individu yang mengalaminya menjadi sangat khawatir
bahwa ia akan mengalami lagi keadaan tersebut (disebut anticipatory anxiety). Hal itu membuatnya berulangkali berusaha
mencari perolongan dengan pergi ke rumah sakit terdekat.
Gejala mental yang
dirasakan adalah rasa takut yang hebat dan ancaman kematian atau bencana.
Pasien bisa merasa bingung dan sulit berkonsentrasi. Tanda fisik yang menyertai
adalah takikardia, pelpitasi, dispne dan berkeringay. Penderita akan segara
berusaha keluar dari situasi tersebut dan mencari pertolongan. Serangan dapat
berlangsung selama 20-30 menit, jaang sampai lebih dari 1 jam.
Pada pemeriksaan status
mental saat serangan dijumpai ruminasi, kesulitan bicara seperti gagap dan
gangguan memori. Depresi, derealisasi dan depersonalisasi bisa dialami saat
serangan panik. Focus perhatian somatik pasien adalah perasaan takut mati
karena masalah jantung atau pernapasan. Sering pasien merasa seperti akan
menjadi gila.
Agorafobia yang dialami
oleh pasien dengan gangguan panik menyebabkan penderita menolak untuk
meninggalkan rumah ke tempat-temapat yang sulit mendapatan pertolongan. Gejala
peneyerta lainnya adalah depresi, obsesif kompulsif dan pemeriksa harus waspada
terhadap tendensi bunuh diri.
Problem dalam rumah
tangga, kehilangan pekerjaan, kesulitann finansial bisa merupakan konsekuensi
dari gangguan panik, demikian juga alkohol dan zat lainnya.
5.
Diagnostik
dan kriteria diagnostik (PPDGJ III)
Terjadinya beberapa serangan berat
ansietas otonomik, yang terjadi dalam periode kira-kira satu bulan:
a. Pada
keadaan-keadaan yang sebenarnya secara objektif tidak berbahaya
b. Tidak
terbatas hanya pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga sebelumnya
c. Adanya
keadaan relatif bebas gejala ansietas dalam periode antara serangan-serangan
panik (meskipun lazim terjadi juga ansietas antisipatorik)
6.
Diagnosis
banding
Serangan panik yang terjadi sebagai
bagian dari gangguan fobik, serangan panik sekunder dari gangguan depresi,
terutama pada laki-laki. Bila pada saat yang sama kriteria depresi dipenuhi,
maka gangguan panik bukan merupakan diagnosis utama.
7.
Penatalaksanaan
Tatalaksana gangguan panik terdiri atas
pemberian farakoterapi dan psikoterapi. Dari penelitian didapatkan bahwa bila
hanya farmakoterapi saja atau psikoterapi saa, maka angka kekambuhan lebih
tinggi dibandingkan dengan bila mendapay gabungan antara farmakoterapi dan
psikoterapi
a. Farmakoterapi
Teridiri atas:
1. SSRI-
serotonin selective reuptke inhibition
Ada beebrapa macam, dapat dipilih dalah
satu, yaitu sertraline, fluoksetin, fluvoksamin, escitalopram, dll. Obat
diberikan selama 3-6 bhlan atau lebih, tergantung kondisi individu, agar
kadarnya stabil dalam darah sehingga dapat mencegah kekambuhan.
2. Alprazolam
Awitan kerjanya cepat, dikonsumsi
biasanya antara 4-6 minggu, setelah itu secara perlahan-lahan diturunkan
dosisnya sampai akhirnya dihentikan. Jadi setelah itu dan seterusnya indivdu
hanya minum golongan SSRI
b. Psikoterapi
1. Terapi
relaksasi
Diberikan pada hamper semua individu
yang mengalami gangguan panik, kecuali yang bersangkutan menolaj. Terpi ini
bermanfaat meredaan secara relative cepat serangan panik dan menenangkan
individu, namun itu dapat dicapai bagi yang telah berlatih setiap hari.
Prinsipnya adalah melatih pernapasan (menari napads dalam dan lambat lalu
mengeluarkannya dengan lambat pula), mengendurkan seluruh otot tubuh dan
melakukan sugesti pikiran kea rah konstruktif atau yang diinginkan akan
dicapai. Dalam proses terapi dokter akan membimbing individu melakukan ini
secara perlahan-lahan, biasanya berlangsung selama 20-30 menit atau lebih lama
lagi. Setelah itu individu diminya untuk melakukannya sendiri di rumah setiap
hari, sehingga bila serangan panik muncul kembali, tubuh sudah siap untuk
relaksasi.
2. Terapi
kognitif perilaku
Individu diajak untuk bersama-sama
melakukan restrukturisasi kognitif, yaitu membentuk kembali pola perilaku dan
pikiran yang irasional dan menggantinya dengan yang lebih rasional. Terapi
biasanya berlangsung 30-45 menit. Individu kemudian diberi pekerjaan rumah yang
harus dibuat setiap hari, seperti membuat daftar pengalaman harian dalam
menyikapi berbagai peristiwa yang dialami, misalnya yang mengecewakan,
menyedihkan, dll. Pemeriksaan rumah ini akan dibahas pada kunjungan konsultasi
berikutnya, biasanya terapi ini memerlukan 10-15 kali pertemuan, bisa kurang
namun dapat pula lebih, tergantung pada kondisi individu yang mengalaminya.
3. Psikoterapi
dinamik
Individu diajak untuk lebih memahami
diri dan kepribadiannya, nukan sekear menghilangkan gejalanya semata. Pada
psikoterapi ini biasanya individu lebih banyak berbicara, sedangkan dokter
lebih banyak emndengar, kecuali pada individu yang benar-benar pendiam, maka
dokter yang lebih aktif
8.
Prognosis
Walaupun gangguan pabik merupakan
penyaki kronis, namun penderita dengan fungsi premorbid yang baik serta durasi
serangan yang singkay bertendensi untuk prognosis yang lebih baik.
9.
Prevensi
dan rehabilitasi
Pencegahan primer
(yaitu bagi yang belum pernah mengalami gangguan panic), maka harus waspada
bila dalam keluarganya ada yag mengalami. Juga, menurut penelitian, bila
seseorang pernah mengalami cemas perpisahan (separation anxiety) ketika pertama kali masuk ke sekolah maka bisa
jadi ketika dewasa mungkin akan mengalami gangguan panik.
Pencegahan sekunder
(bila individu pernah mengalami serangan panic satu kali) dan telah berobat ke
dokter, maka pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak terjadi kekambuhan
aadlah dengan melakukan latihan relaksasi secara teratur dan terus menerus,
datang konsultasi sampai dinyatakan sebuh oleh dokter.