Saturday 9 May 2020

GANGGUAN PANIK



1.      Epidemiologi
Diantara beberapa gangguan cemas yang dikenal, gangguan panik merupakan gangguan yang lebih sering dijumpai ahir-akhir ini. Dari penelitian diketahui bahwa di Negara-negara barat, gangguan panic dialami oleh lebih kurang 1.7% dari populasi orang dewasa. Di Indonesia belum dilakukan studi epidemiologi yang dapat menggambarkan berapa jumlah individu yang mengalami gangguan panik.

2.      Etiologi
Etiologi gangguan panik belum pasti dan terdiri dari faktor organobiologik, psikoedukatif (termasuk psikodinamik) serta sosiokultural
a.       Faktor biologik
Beberapa peneliti menemukan bahwa gangguan panik berhubungan dengan abnormalitas struktur dan fungsi otak. Dari penelitian diperoleh data bahwa pada otak pasien dengan gangguan panik beberapa neurotransmitter mengalami gangguan fungsi, yait serotonin GABA (Gama Amino Vutiric Acid) dan norepinefrin. Hal ini didukung oleh fakta bahwa, serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) efektif pada pasien-pasien dengan gangguan cemas, termasuk gangguan panik.
Berdasarkan hipotesis patofisiologi, terjadi disregulasi baik pada system perifer maupun system saraf pusat. Pada beberapa kasus ditemukan peningkatan tonus simpatetik dalam system otonomik. Penelitian pada status neuroendokrin juga menemukan beberapa abnormalitas namun hasilnua belum konsisten.
Serangan panik merupakan respons terhadap rasa takut yang terondisi yang ditampilkan oleh fear network¸ yang terlalu sensitive yaitu amigdala, korteks prefrontal dan hipokampus, yang berperan terhadap timbulnya panik. Dalam model ini, seseorang dengan gangguan panik menjadi takut akan terjadinya serangan panik.
Faktor biologik lain yang berhubungan dengan terjadinya serrangan panik adalah adanya at panikogen yang digunaan terbatas pada penelitin, serta perubahan pada tampilan pencitraan dengan MRI.


b.      Faktor genetik
Pada keturunan pertama apsien dengan gangguan panik denan agoafobia mempunyai resiko 4-8 kali mengalami serangan yang sama.

c.       Faktor psikososial
Analisis penelitian mendapatkan bahwa terdapat pola ansietas akan sosialisasi saat masa kanak-kanak, hubungan dengan orang tua yang tidak mendukung serta perasaan terperangkap atau terjebak. Pada kebanyakan pasien rasa marah dan agresivitas sulit dikendalikan. Pada pasien-pasien dengaan gangguan panik. Terdapat kesulitan dalam mengendalikan rasa marah dan fantasi-fantasi nirsadar yang terkait. Misalnya pasien mepunyai harapan dapay melakukan balas dendam terhadap orang tertentu. Harapan ini merupaan suatu ancaman terhadao figure yang melekat

Mnurut teori kelekatan (attachment) pasien-pasien dengan gangguan panik memiliki gaya kelakatan yang bermasalah, antara lain dalam bentuk preokupasi terhadap kelekatannya itu, mereka sering berpandangan bahwa perpisahan dan kelekatan sebagai sesuatu yang mutually exclusive, hal ini karena sensitivitas yang tinggi baik akan kehilangan kebebasan maupun kehilangan akan rasa aman dan perlindungan.
   

3.      Perjalanan penyakit
Gangguan ini biasa dimulai pada akhir masa remaja, awal dewasa atau pada usia pertengahan. Pada umumnya tidak ditemukan stesor saat awitan, walaupun sering pula dihubungkan dengan adanya stressor psikososial.
Gangguan panik biasanya berlangsung kronis, sangat bervariasi pada tiap pasien. Dalam jangka panjang 30-4-% pasien tidak lagi mengalami serangan panik, 50% mengalami gejala ringan sehingga tidak mempengaruhi kehidupannya. Sisanya masih mengalami gejala yang bermakna.
Pada saat serangan pertama atau kedua, pasien sering mengabaikannya dan baru menyadari setelah frekuensi dan intensitas bertambah. Hal ini juga dapat dipacu oleh konsumsi kafein dan nikotin yang berlebihan

4.      Tanda dan gejala
Gangguan panik terutama ditandai dengan serangan panik yang berulang. Serangan panik terjadi secara spontan dan tidak terduga, disertai gejala otonomik yang kuat, terutama sistem kardiovaskular dan sistem pernapasan. Serangan sering dimulai selama 10 menit, gejala meningkat secara cepat. Kondisi cemas pada gangguan panik biasanya terjadi secara tiba-tiba dapat meningkat hingga sangat tinggi disertai gejala-gejala yang mirip gangguan jantung, yaitu rasa nyeri di dada, berdebar-debar, keringat dingin, hingga merasa seperti tercekik.
Kondisi ini dapat berulang hingga membuat individu yang mengalaminya menjadi sangat khawatir bahwa ia akan mengalami lagi keadaan tersebut (disebut anticipatory anxiety). Hal itu membuatnya berulangkali berusaha mencari perolongan dengan pergi ke rumah sakit terdekat.
Gejala mental yang dirasakan adalah rasa takut yang hebat dan ancaman kematian atau bencana. Pasien bisa merasa bingung dan sulit berkonsentrasi. Tanda fisik yang menyertai adalah takikardia, pelpitasi, dispne dan berkeringay. Penderita akan segara berusaha keluar dari situasi tersebut dan mencari pertolongan. Serangan dapat berlangsung selama 20-30 menit, jaang sampai lebih dari 1 jam.
Pada pemeriksaan status mental saat serangan dijumpai ruminasi, kesulitan bicara seperti gagap dan gangguan memori. Depresi, derealisasi dan depersonalisasi bisa dialami saat serangan panik. Focus perhatian somatik pasien adalah perasaan takut mati karena masalah jantung atau pernapasan. Sering pasien merasa seperti akan menjadi gila.
Agorafobia yang dialami oleh pasien dengan gangguan panik menyebabkan penderita menolak untuk meninggalkan rumah ke tempat-temapat yang sulit mendapatan pertolongan. Gejala peneyerta lainnya adalah depresi, obsesif kompulsif dan pemeriksa harus waspada terhadap tendensi bunuh diri.
Problem dalam rumah tangga, kehilangan pekerjaan, kesulitann finansial bisa merupakan konsekuensi dari gangguan panik, demikian juga alkohol dan zat lainnya.

5.      Diagnostik dan kriteria diagnostik (PPDGJ III)
Terjadinya beberapa serangan berat ansietas otonomik, yang terjadi dalam periode kira-kira satu bulan:
a.       Pada keadaan-keadaan yang sebenarnya secara objektif tidak berbahaya
b.      Tidak terbatas hanya pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga sebelumnya
c.       Adanya keadaan relatif bebas gejala ansietas dalam periode antara serangan-serangan panik (meskipun lazim terjadi juga ansietas antisipatorik)

6.      Diagnosis banding
Serangan panik yang terjadi sebagai bagian dari gangguan fobik, serangan panik sekunder dari gangguan depresi, terutama pada laki-laki. Bila pada saat yang sama kriteria depresi dipenuhi, maka gangguan panik bukan merupakan diagnosis utama.

7.      Penatalaksanaan
Tatalaksana gangguan panik terdiri atas pemberian farakoterapi dan psikoterapi. Dari penelitian didapatkan bahwa bila hanya farmakoterapi saja atau psikoterapi saa, maka angka kekambuhan lebih tinggi dibandingkan dengan bila mendapay gabungan antara farmakoterapi dan psikoterapi
a.       Farmakoterapi
Teridiri atas:
1.      SSRI- serotonin selective reuptke inhibition
Ada beebrapa macam, dapat dipilih dalah satu, yaitu sertraline, fluoksetin, fluvoksamin, escitalopram, dll. Obat diberikan selama 3-6 bhlan atau lebih, tergantung kondisi individu, agar kadarnya stabil dalam darah sehingga dapat mencegah kekambuhan.

2.      Alprazolam
Awitan kerjanya cepat, dikonsumsi biasanya antara 4-6 minggu, setelah itu secara perlahan-lahan diturunkan dosisnya sampai akhirnya dihentikan. Jadi setelah itu dan seterusnya indivdu hanya minum golongan SSRI

b.      Psikoterapi
1.      Terapi relaksasi
Diberikan pada hamper semua individu yang mengalami gangguan panik, kecuali yang bersangkutan menolaj. Terpi ini bermanfaat meredaan secara relative cepat serangan panik dan menenangkan individu, namun itu dapat dicapai bagi yang telah berlatih setiap hari. Prinsipnya adalah melatih pernapasan (menari napads dalam dan lambat lalu mengeluarkannya dengan lambat pula), mengendurkan seluruh otot tubuh dan melakukan sugesti pikiran kea rah konstruktif atau yang diinginkan akan dicapai. Dalam proses terapi dokter akan membimbing individu melakukan ini secara perlahan-lahan, biasanya berlangsung selama 20-30 menit atau lebih lama lagi. Setelah itu individu diminya untuk melakukannya sendiri di rumah setiap hari, sehingga bila serangan panik muncul kembali, tubuh sudah siap untuk relaksasi.

2.      Terapi kognitif perilaku
Individu diajak untuk bersama-sama melakukan restrukturisasi kognitif, yaitu membentuk kembali pola perilaku dan pikiran yang irasional dan menggantinya dengan yang lebih rasional. Terapi biasanya berlangsung 30-45 menit. Individu kemudian diberi pekerjaan rumah yang harus dibuat setiap hari, seperti membuat daftar pengalaman harian dalam menyikapi berbagai peristiwa yang dialami, misalnya yang mengecewakan, menyedihkan, dll. Pemeriksaan rumah ini akan dibahas pada kunjungan konsultasi berikutnya, biasanya terapi ini memerlukan 10-15 kali pertemuan, bisa kurang namun dapat pula lebih, tergantung pada kondisi individu yang mengalaminya.

3.      Psikoterapi dinamik
Individu diajak untuk lebih memahami diri dan kepribadiannya, nukan sekear menghilangkan gejalanya semata. Pada psikoterapi ini biasanya individu lebih banyak berbicara, sedangkan dokter lebih banyak emndengar, kecuali pada individu yang benar-benar pendiam, maka dokter yang lebih aktif

8.      Prognosis
Walaupun gangguan pabik merupakan penyaki kronis, namun penderita dengan fungsi premorbid yang baik serta durasi serangan yang singkay bertendensi untuk prognosis yang lebih baik.

9.      Prevensi dan rehabilitasi
Pencegahan primer (yaitu bagi yang belum pernah mengalami gangguan panic), maka harus waspada bila dalam keluarganya ada yag mengalami. Juga, menurut penelitian, bila seseorang pernah mengalami cemas perpisahan (separation anxiety) ketika pertama kali masuk ke sekolah maka bisa jadi ketika dewasa mungkin akan mengalami gangguan panik.
Pencegahan sekunder (bila individu pernah mengalami serangan panic satu kali) dan telah berobat ke dokter, maka pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak terjadi kekambuhan aadlah dengan melakukan latihan relaksasi secara teratur dan terus menerus, datang konsultasi sampai dinyatakan sebuh oleh dokter.

No comments:

Post a Comment